Indonesia, sebuah negara kepulauan dengan lebih dari 300 kelompok etnis dan beragam agama, menawarkan pemandangan yang kaya akan keragaman budaya dan sosial. Namun, dalam keragaman ini tersembunyi sebuah narasi yang sering terlewatkan: kisah politik minoritas dan etnis yang berjuang untuk suara dan representasi yang setara.
Politik minoritas agama dan etnis di Indonesia telah lama menjadi sorotan dan topik perdebatan. Di Bali, sebagai contoh, umat Islam yang merupakan minoritas berhadapan dengan lingkungan yang didominasi oleh penganut Hindu. Meskipun ada semangat toleransi yang kental, tetap saja tantangan-tantangan tertentu muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari akses ke fasilitas ibadah hingga representasi dalam pemerintahan lokal. Data dari BPS tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 87,2% penduduk Indonesia beragama Islam, sementara Kristen mencakup sekitar 9,9%.
Tidak hanya dalam hal agama, politik etnis minoritas juga memiliki dampak yang signifikan. Sebagai negara yang terdiri dari lebih dari 300 kelompok etnis, dinamika antar etnis seringkali menjadi sorotan. Suku Jawa, yang merupakan kelompok etnis terbesar dengan proporsi sekitar 40,1%, memiliki pengaruh yang signifikan dalam politik nasional. Bahasa dan budaya Jawa seringkali memiliki tempat yang menonjol dalam diskursus nasional, dan politisi dari Jawa mendominasi banyak posisi puncak di pemerintahan. Karena sejarah politik dan demografis ini, ada persepsi bahwa kepentingan suku Jawa sering kali diutamakan, yang dapat menimbulkan ketegangan dengan kelompok etnis lain yang merasa kurang terwakili.
Di tingkat lokal, dinamika etnis bisa sangat berbeda. Di daerah di mana suku Jawa merupakan minoritas, seperti di beberapa bagian Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, dinamika lokal dapat dipengaruhi oleh kelompok etnis yang dominan di wilayah tersebut. Di sini, suku-suku lokal memiliki otonomi untuk mengatur sebagian besar aspek kehidupan sosial dan politik, yang dapat mencakup sistem adat, kepemilikan tanah, dan bahkan regulasi pemerintahan lokal. Ini menciptakan lingkungan dimana politik identitas etnis sangat penting dan seringkali menjadi faktor utama dalam pemilihan lokal dan kebijakan publik.
Contoh Dinamika etnis dalam Politik di Indonesia
A. Politik Identitas di Jakarta
Contoh nyata dari dinamika etnis dalam politik adalah pemilihan Gubernur Jakarta tahun 2017, di mana isu etnis dan agama menjadi sangat menonjol. Basuki Tjahaja Purnama, yang dikenal sebagai Ahok, seorang Kristen keturunan Tionghoa, menghadapi tantangan besar karena identitas etnis dan agamanya. Kampanye pemilihan itu sendiri menyoroti bagaimana identitas etnis dan agama dapat digunakan dalam politik identitas, yang berdampak pada hasil pemilihan.
B. Pemilihan Kepala Daerah di Papua
Papua, dengan kelompok etnis asli yang berbeda-beda, juga menawarkan contoh dinamika etnis yang kompleks. Pemilihan kepala daerah di sana seringkali melibatkan pertimbangan terhadap aspirasi kelompok etnis dan kebutuhan untuk mengelola sumber daya secara adil di antara berbagai kelompok, seringkali dengan latar belakang ketegangan dan tuntutan otonomi atau bahkan kemerdekaan. selain itu, papua dengan status otonomi khususnya, adalah contoh nyata dari bagaimana dinamika etnis mempengaruhi politik. Otonomi khusus dimaksudkan untuk memberikan Papua kontrol yang lebih besar atas sumber daya alamnya dan untuk memastikan bahwa kebijakan lebih sensitif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.
Dalam pemilihan kepala daerah, politik identitas etnis menjadi faktor yang tidak dapat diabaikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa pemilih cenderung mendukung kandidat yang berasal dari etnis atau agama yang sama. Ini bisa menimbulkan polarisasi namun juga memberikan peluang bagi minoritas untuk meningkatkan pengaruh mereka, seperti yang diamati dalam beberapa pemilihan lokal di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk mencegah diskriminasi politik terhadap minoritas etnis dalam pemilihan kepala daerah. Upaya tersebut meliputi pengawasan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pengeluaran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan kepala daerah, dan kebijakan untuk meningkatkan partisipasi politik kelompok minoritas dalam pemilihan kepala daerah.
Dalam kerangka politik Indonesia yang beragam, isu politik minoritas agama dan etnis memiliki dampak signifikan. Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, kelompok minoritas seperti umat Kristen di daerah mayoritas Muslim atau umat Islam di lingkungan Hindu di Bali menghadapi tantangan dalam hal akses dan representasi politik. Partisipasi politik kelompok minoritas masih menjadi perhatian, dan politik identitas, berdasarkan agama dan etnis, memainkan peran penting dalam pemilihan kepala daerah. Media dan pendidikan politik memiliki peran penting dalam membentuk pandangan masyarakat tentang isu-isu ini, dengan potensi untuk memperkuat pemahaman tentang keragaman, hak asasi manusia, dan inklusivitas. Meskipun ada upaya pemerintah untuk mencegah diskriminasi politik terhadap minoritas etnis, tantangan tetap ada. Kesadaran tentang isu politik minoritas dan etnis adalah langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan demokratis di Indonesia.
Sumber : JurnalPost