Home ยป Mahfud MD Ajak Anak Muda Hindari Apatisme Politik
Demokrasi Election Indonesia Politics Politik

Mahfud MD Ajak Anak Muda Hindari Apatisme Politik


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan masyarakat Indonesia, termasuk anak muda, bahwa pemilihan umum (pemilu) merupakan kesempatan krusial untuk menghindari apatisme politik.

Pernyataan ini disampaikan Mahfud MD dalam sambutannya pada Dies Natalis ke-57 Universitas Pancasila. “Pemilu itu bukan untuk memilih manusia yang sempurna, enggak ada manusia yang sempurna.

Pemilu itu sedapat mungkin menghindarkan orang jahat menjadi pemimpin kita,” ujarnya dalam orasi ilmiah, Kamis (9/11/2023).

Mahfud berharap masyarakat dapat menilai baik dan buruk dari setiap calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), serta memilih berdasarkan kepentingan dan aspirasi pribadi.

“Selanjutnya saudara pilih berdasarkan kepentingan dan aspirasi saudara,” kata Mahfud. Mahfud yang kini merupakan Cawapres 2024 mendampingi Capres Ganjar Pranowo juga mengajak anak muda untuk hindari apatisme politik menjelang pemilu dan mengenali pasangan calon presiden/wakil presiden yang sudah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Ia meminta anak muda untuk aktif berpartisipasi dalam praktik demokrasi, menyampaikan aspirasi, dan memilih presiden yang dianggap paling baik. “Jangan apatis, enggak boleh, anak-anak muda enggak boleh apatis. Mau tidak mau, anak-anak muda akan memimpin negara ini pada masa depan,” tegas Mahfud.

Lantas apa yang dimaksud dengan apatisme politik? Mengapa istilah ini kerap muncul saat hendak berjalannya pemilihan umum? Berikut ini adalah penjelasannya.

Apatisme Politik Penyakit yang Menyeluruh di Masyarakat

Apatisme politik, sikap tidak berminat terhadap politik, tidak hanya terjadi di kalangan muda tetapi juga merambah generasi sebelumnya. Sejumlah penyebab mengapa apatisme politik kerap muncul di masyarakat menjadi sorotan.

Apatisme politik dijelaskan sebagai ketidakberpartisipan dan penarikan diri dari proses politik. Menurut berbagai sumber, seperti Laster Milbarth dan M. L. Goel, apatisme adalah ketidakberaktivitasan partisipatif, serta ketidakpartisipan dalam pemilihan. David F. Roth dan Frank L. Wilson menyebut apatisme politik sebagai “Apoliti” yang merupakan bagian dari partisipasi politik. Orang apatis dianggap tidak peduli dengan politik atau tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik.

Apatisme politik umumnya mencirikan sikap pasif, di mana individu lebih mengandalkan perasaan dalam menghadapi permasalahan. Michael Rush menyebutkan beberapa ciri apatisme, antara lain ketidakmampuan mengakui tanggung jawab pribadi, perasaan samar-samar, dan menerima otoritas tanpa tantangan.

Selain itu, terdapat juga tiga alasan mengapa sikap apatisme ini sendiri juga muncul. Pertama, ketakutan akan konsekuensi negatif dari aktivisme politik dianggap sebagai ancaman terhadap kehidupan.

Kedua, anggapan bahwa berpartisipasi dalam politik adalah hal sia-sia karena tidak berdampak pada proses politik. Ketiga, ketidaktertarikan untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik, di mana politik bukanlah fokus utama dalam hidup mereka.

Penyebab apatisme politik biasanya memiliki keterkaitan dengan pengalaman politik masa lalu yang mengecewakan dan sikap para politisi yang merusak kepercayaan masyarakat.

Kondisi ini bisa memicu rasa kecewa, kesal, marah, atau bahkan kebosanan jika kampanye politik hanya diwarnai janji manis yang seringkali tidak terealisasi. Sikap ini biasanya menuntun pada perilakunya berupa tindakan golput saat berlangsungnya pemilihan umum.

Sumber : SINDOnews

Translate