Home » Bung Karno dan Sejarah Rumit Hubungan Indonesia-Israel
Asia Indonesia Israel Politics

Bung Karno dan Sejarah Rumit Hubungan Indonesia-Israel



JAKARTA — Penolakan sejumlah politikus terhadap tim nasional (Timnas) Israel berlaga di Piala Dunia U 20 berbuah pahit. FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Alhasil, persiapan penyelenggaraan yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun kandas. Isu tentang Israel memang cukup sensitif di Indonesia.

Ini tidak hanya terkait dengan masalah agama atau keyakinan yang selama ini menjadi wacana dominan saat memahami konflik wilayah antara Israel dengan Palestina, tetapi juga terkait relasi politik, sejarah bahkan kalau melihat persoalan ini secara substantif juga terkait dengan amanat dari konstitusi Indonesia.

Preambule konstitusi Indonesia secara terang benderang menekankan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan di dunia harus dihapuskan. Artinya, jika mengacu kepada kondisi saat ini, membela kepentingan bangsa Palestina yang terjajah adalah wajib hukumnya dalam politik diplomasi Indonesia.

Bahkan kalau menilik ke belakang, isu tentang Palestina juga telah muncul sejak zaman Sukarno. Sukarno atau Bung Karno adalah tokoh antikolonialisme di belahan dunia ketiga pada waktu itu. Dia dikenal lantang melawan berbagai upaya kebangkitan imperialisme dan kolonialisme. Isu tentang Israel pun menjadi perhatiannya. 

Sukarno tidak mengundang Israel dalam acara konferensi Asia Afrika yang sangat monumental itu. Dia melarang tim nasional Indonesia bertandang melawan Israel dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia 1958. Bung Karno juga tidak mengundang Israel dalam Asian Games 1962. Sukarno tentu melakukan itu bukannya tanpa alasan.

Dia tahu betul konsekuensinya jika menolak atau memberikan sikap bermusuhan kepada Israel. Indonesia bisa jadi bakal lebih terisolasi dari dunia luar. Sama seperti saat ini, ketika sejumlah politikus memutuskan menolak kehadiran dari Timnas Israel dan mendapat serangan balik dari FIFA.

Namun demikian, Bung Karno juga paham konstitusi yang disusun oleh para pemikir dan founding fathers pada awal kemerdekaan menghendaki dunia yang bebas dari kolonialisme dan imperialisme. Tidak ada alasan untuk takut terhadap ancaman dari negara-negara pendukung Israel, wabil khusus Barat. 

“Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia menantang penjajahan Israel,” kata Sukarno.

Hanya saja, patut digaris bawahi, sikap Sukarno saat itu terjadi ketika Indonesia masih memegang peranan cukup penting konteks diplomasi global. Indonesia adalah salah satu pencetus gerakan non blok dan penggagas Konferensi Asia Afrika (KAA). Selain itu pada dekade 1960-an Indonesia adalah salah satu kekuatan utama di belahan dunia bagian selatan. 

Memiliki armada militer yang kuat menjadi modal yang kuat bagi Sukarno untuk gembar-gembor di kancah global, bahkan Belanda sampai urung perang dengan Indonesia saat perebutan Irian Barat. Namun lain dulu lain sekarang, semangat Sukarno pada waktu itu terjadi ketika dunia sedang dilanda perang dingin dan tentu Indonesia baru saja lepas dari kolonialisme Belanda.

Berbeda dengan sekarang, tidak ada dualisme kekuasaan di dunia, Amerika Serikat dan sekutunya bisa dibilang mengendalikan ekonomi dan militer. Di sisi lain, kerja sama antara negara juga semakin erat. Israel sendiri telah meratifikasi hubungan diplomatiknya dengan beberapa negara di Timur Tengah, tetangga yang selama ini mengancam keamanan berdirinya negeri zionis tersebut. Sekadar gambaran, Israel adalah sebuah negara yang berdiri di atas tanah Palestina.

Negara ini secara resmi diproklamirkan pada tahun 1948. Konflik berdarah telah berkecamuk usai proklamasi kemerdekaan tersebut, terutama dengan negara-negara Arab yang menjadi ‘tetangganya’.  Ada sebuah adagium yang cukup terkenal untuk menggambarkan posisi Israel di Timur Tengah. Israel digambarkan sebagai negeri Yahudi di antara lautan bangsa Arab. 

Indonesia sampai detik ini belum mengakui dan memiliki hubungan diplomatik dengan negara Israel. Meski demikian, hubungan-hubungan tak resmi antara kedua negara diam-diam terus berlangsung. Di bidang perdagangan misalnya, Indonesia tercatat memiliki hubungan perdagangan dengan Israel. Total nilai impor Indonesia dari Israel mencapai US$47,8 juta.

Indonesia juga ditengarai mengimpor barang militer dari negara tersebut. Pada dekade 1970-an silam, Indonesia bahkan dikabarkan telah menjalankan misi rahasia untuk membeli pesawat tempur dari Israel. Belakangan nama yang muncul sebagai pencetus misi itu adalah Jenderal LB Moerdani.

Di sisi lain, upaya untuk merintis jalan diplomasi dengan Israel telah berlangsung beberapa kali baik dari pihak Indonesia maupun Israel. Israel misalnya pernah beberapa kali mengundang jurnalis Indonesia untuk melihat kondisi negaranya. Sejumlah tokoh agama, termasuk KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya juga pernah berkunjung  ke Israel pada 2018 lalu. Sedangkan dalam konteks politik, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur bahkan sempat merintis jalan diplomatik dengan Israel.

Namun, upaya itu kandas karena sebelum hal itu terwujud, Gus Dur terlebih dahulu lengser. Alhasil, sampai dengan saat ini Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.  Israel terlepas dari plus minusnya adalah negara demokrasi yang cukup maju. Mereka memiliki banyak produk berkualitas dari teknologi, militer dan rekayasa ilmiah. Hubungan diplomatik dengan Israel akan memudahkan negara atau pihak untuk mengakses pengetahuan dari mereka.

Mantan Perdana Menteri Israel Yair Lapid dalam pidato di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun lalu mengungkapkan secara terbuka keinginannya untuk berdamai dengan Indonesia. Namun, sampai kini keinginan itu masih bertepuk sebelah tangan. “Tangan kami terbuka untuk perdamaian,” ujarnya.

Sumber: Kabar24

Translate