Home ยป Korupsi dalam Demokrasi Sebagai Manifestasi Budaya di Indonesia
Demokrasi Indonesia Pemerintahan Politics Politik

Korupsi dalam Demokrasi Sebagai Manifestasi Budaya di Indonesia


Demokrasi di Indonesia sudah berkembang dari awal kemerdekaan secara dinamis hingga sekarang ini era reformasi. Sejarah demokrasi sendiri menurut Noviati (2013) terbagi menjadi tiga masa yaitu demokrasi parlementer, terpimpin, dan pancasila. di era orde baru juga memang masih memakai sistem demokrasi namun hanya sebagai nama saja. Sehingga di era reformasi yaitu setelah runtuhnya rezim orde baru tahun 1998 membuka peluang perkembangan demokrasi yang terbuka dan partisipatif. Demokrasi di Indonesia sendiri memiliki syarat khusus yaitu bias dan ethnosentrisme.

Menurut Sinaga (2019) Korupsi dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku yang melanggar aturan maupun norma yang berlaku guna kepentingan dan keuntungan pribadi maupun kelompok. Korupsi juga memiliki dampak peranan yang sangat negatif yang merugikan baik dalam politik maupun sosial (Hidayat, 2023). Dua jenis budaya politik menurut Pureklolon (2021) di Indonesia menganut yaitu budaya politik parokial dan partisipan.

Korupsi di Indonesia

Korupsi di Indonesia dalam sejarahnya  sudah ada sejak zaman Hindia-Belanda. Namun sejarah korupsi pada masa setelah merdeka masih terjadi. Misalnya masa pemerintahan orde lama dan orde baru korupsi sudah sangat menjamur di berbagai aspek. Di orde baru, terjadinya korupsi adalah karena monopoli kekuasaan oleh orang-orang yang memiliki jabatan (Syuraida, 2015)

Namun, memasuki era reformasi kini hampir seluruh elemen penyelenggara negara sudah menjamur bahkan sudah menjadi budaya yang memiliki dampak yang sangat merugikan bagi negara dan masyarakat. Korupsi juga sudah mempengaruhi perkembangan dari demokrasi Indonesia dengan berbagai caranya baik itu suap dan sebagainya. 

Berikut ini adalah dampak korupsi menurut Putra dan Linda dalam Hidayat (2023) dalam perkembangan demokrasi di Indonesia.

  • Menurunnya kualitas demokrasi dan meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah dan sistem politik;
  • Proses dalam pengambilan keputusan dan kebijakan tidak efektif dan tidak transparan;
  • Meningkatnya biaya politik yang memperburuk kualitas demokrasi;
  • Meningkatnya kesenjangan sosial dan ekonomi;
  • Meningkatnya ketidaksetaraan dala pelayanan publik; dan
  • Meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Budaya Politik di Indonesia

Karakteristik budaya politik di Indonesia adalah seperti yang dijelaskan dalam Pureklolon (2021) yaitu sebagai berikut.

  • Apatis, apatis disini adalah bahwasannya partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik masih tergolong sangat rendah karena kurangnya minat dalam aktivitas politik di masyarakat;
  • Lingkup kecil dan sempit, budaya politik di Indonesia masih cenderung terbatas di lingkup keluarga, teman, ataupun komunitas-komunitas yang kecil;
  • Pengetahuan politik yang rendah, Masyarakat di Indonesia masih cenderung memiliki pengetahuan yang rendah dalam bidang politik;
  • Masyarakat sederhana dan tradisional, Budaya politik di Indonesia masih cenderung dipengaruhi oleh suasana dari zaman dan tingkat pendidikan masyarakatnya; dan
  • Partisipan, budaya politik di Indonesia juga tentu memiliki ciri partisipan, karena masih ada masyarakat yang ikut aktif dalam setiap aktivitas kegiatan politik seperti mengikuti pemilu, menyampaikan aspirasinya melalui forum online, dan melakukan unjuk rasa dengan tertib.

Budaya politik yang buruk tentu akan menjadi suatu faktor penyebab terjadinya korupsi di Indonesia. Adapun hubungan antara budaya politik dan korupsi di Indonesia sendiri adalah sebagai berikut.

  • Korupsi membahayakan politik dan birokrasi Indonesia. Budaya politik apatis, kurangnya, pengetahuan dalam politik, dan partisipasi politik yang rendah akan memperburuk situasi korupsi di Indonesia (Napisa dan Yustio, 2021).
  • Budaya politik buruk mempengaruhi hukum di Indonesia. Budaya politik yang korup tentu akan memperlemah penegakan hukum dan akan memperburuk situasi korupsi di Indonesia (Odhy, 2021).

Adapun, beberapa faktor berikut ini yang mempengaruhi budaya politik terkait korupsi di Indonesia adalah sebagai berikut.

  • Lemahnya penegakan hukum;
  • Budaya politik yang buruk;
  • Kondisi ekonomi yang buruk;
  • Kondisi politik yang tidak stabil; dan
  • Ketergantungan patronase atau hubungan klienisme.

Demokrasi dan Korupsi

Demokrasi tentu juga dapat menjadi suatu sarana atau alat yang efektif untuk melawan korupsi jika dijalankan dengan baik. Adapun beberapa cara demokrasi bekerja dalam melawan korupsi menurut Setiadi (2013) adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik dan pemberantasan korupsi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, meningkatkan keterlibatan masyarakat sipil dengan pengawasan serta pengawalan kepada pemerintah, dan meningkatkan independensi lembaga penegak hukum dalam pemberantasan korupsi.  

Namun, tentu dalam melaksanakan demokrasi yang bersih dalam pelaksanaannya memiliki tantangan dan hambatan yaitu seperti konflik terkait perbedaan akan agama dan budaya, masalah korupsi, ketidaksetaraan akan ekonomi dan status sosial, masih berjalan dan bergerak secara luas politik identitas, dan lemahnya penegakan hukum. Sehingga hal-hal tersebut dapat menjadi penghalang serta penghambat jalannya suatu demokrasi yang bersih.

Salah satu contoh kasus korupsi yang mencerminkan budaya politik dan peran demokrasi di Indonesia adalah kasus mengenai E-KTP yaitu kasus pengadaan E-KTP yang menyeret mantan ketua umum partai GOLKAR dengan kerugian negara mencapai Rp.2,3 triliun. yang dimana dalam kasus ini ada sebanyak 280 saksi yang diperiksa dan kemudian ditetapkan sebanyak 8 tersangka. Kasus pengadaan E-KTP ini sendiri menunjukkan adanya suatu praktik korupsi politik yaitu penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara dengan menggunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan baik material dan non material (Widoyoko, 2018).

Selain menunjukkan adanya praktik korupsi kasus ini juga menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem demokrasi di Indonesia menurut Waluyo (2016) kelemahannya ini yaitu kelemahan dalam pengawasan dan pengendalian kebijakan publik serta menunjukkan kelemahan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sehingga kasus E-KTP ini menunjukkan akan pentingnya peran dari lembaga penegak huukum dan masyarakat dalam memberantas korupsi. adapun peran masyarakat disini adalah memberikan dukungan serta ikut berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi (Arum, et.al, 2023)

Sumber : Kompasiana.com

Translate