Home ยป Pentingnya Kesadaran Politik bagi Generasi Muda Jelang Pesta Demokrasi 2024
Demokrasi Election Indonesia Politics Politik

Pentingnya Kesadaran Politik bagi Generasi Muda Jelang Pesta Demokrasi 2024


Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres pada bulan Oktober lalu memberikan kesempatan bagi salah satu kandidat cawapres yang berusia di bawah 40 tahun pada Pemilu 2024.

Kemudian pemilih terbanyak pada Pemilu 2024 dipegang oleh generasi muda. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat 56% suara atau sekitar 114 juta dari total suara dipegang oleh Milenial dan Gen Z.

Hal tersebut menunjukkan bahwa generasi muda memiliki peran krusial dalam menentukan nasib, arah, dan tujuan bangsa Indonesia baik dalam memberikan aspirasi atau bahkan terjun langsung sebagai pemangku kebijakan yang duduk di kursi pemerintahan.

Ramlan Surbakti seorang akademisi yang pernah menjabat sebagai ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2004-2007, mengatakan bahwa Pemilu merupakan pemilihan umum yang diselenggarakan untuk memilih individu-individu yang akan menduduki posisi pemerintahan.

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan saling bekerja sama dalam menyelenggarakan pemilu di Indonesia.

Hubungan Pemilu dengan Demokrasi

Dalam sistem demokrasi, pemilu merupakan mekanisme yang digunakan untuk memungkinkan warga negara secara bebas dan adil untuk memilih para pemimpin dan wakil rakyat mereka. Melalui pemilu, warga negara memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pendapat mereka dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik.

Pemilu memungkinkan warga negara untuk memilih pemimpin mereka serta mengontrol dan mempengaruhi arah kebijakan negara sehingga pemilu menjadi salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi.

Namun, Socrates seorang tokoh filsuf Yunani yang hidup pada abad ke-5 SM mengatakan bahwa demokrasi dapat menjadi kerugian jika mayoritas rakyat tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau jika mereka hanya mengikuti pandangan mayoritas tanpa pertimbangan yang mendalam. Ia mempertanyakan apakah demokrasi sejati dapat terwujud jika para pemilih tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang masalah-masalah politik.

Kesadaran Politik bagi Generasi Muda Indonesia

Ini kemudian menimbulkan pertanyaan, apakah seluruh rakyat Indonesia yang memiliki hak suara terutama generasi muda dalam Pemilu telah memiliki pengetahuan tentang masalah-masalah politik, tentang kredibilitas dari para capres-cawapres, caleg, dan calon kepala daerah yang nantinya akan dipilih.

Indonesia menetapkan syarat pemilih dalam Pemilu minimal berusia 17 tahun atau sudah menikah meskipun belum genap berusia 17 tahun. Namun tidak semua pemegang hak suara terutama generasi muda aware dan concern terhadap permasalahan dan dinamika politik yang terjadi.

Pada masa Yunani Kuno politik disebut sebagai “the good life” artinya politik merupakan hubungan antara masyarakat dan pemerintah untuk mencapai kehidupan yang baik. Politik tidak dapat dipisahkan dari negara karena mencakup hubungan masalah kekuasaan, pengambilan keputusan dan kebijakan publik. Dikatakan politik mengkaji persoalan kekuasaan yang diberikan rakyat kepada pemerintah.

Dalam Pemilu, keputusan rakyat dalam menentukan siapa yang duduk di kursi pemerintahan dipengaruhi oleh perilaku aktor politik. Para aktor politik dalam hal ini calon-calon pemimpin dibantu oleh partai yang menaunginya akan melakukan berbagai cara untuk dapat menarik suara dari rakyat.

Kampanye menjadi hal yang paling umum dilakukan oleh para calon-calon pemimpin baik dilakukan secara langsung terjun ke lapangan atau melalui media sosial. Ini dilakukan dengan tujuan menyampaikan visi dan misi selama menjabat. Secara eksplisit untuk menciptakan citra baik dari rakyat.

Yang jadi permasalahan adalah ketika calon pemimpin yang terpilih tidak dapat menepati janji-janjinya saat duduk di kursi pemerintahan dan lebih mendahulukan kepentingan partai atau bahkan melakukan korupsi untuk kepentingan pribadi. Dan ini tidak sejalan dengan tujuan politik yang merujuk pada persoalan kesejahteraan rakyat. Peter H. Mark dalam bukunya Continuity and Change menyebutkan, “Politics, at its best is a noble quest for a good order and justice.”

Besarnya angka pemilih generasi muda dalam Pemilu 2024 menjadi sasaran bagi para calon pemimpin untuk mendapatkan suara. Melihat tingkat penggunaan sosial media yang tinggi di Indonesia, para calon pemimpin gencar menggunakan sosial media sebagai alat komunikasi politik.

Di samping itu juga, tak jarang partai-partai menarik simpatisan suara dengan menggaet artis untuk bergabung ke dalam partai atau dalam ilmu politik disebut sebagai referent power. Hal tersebut menjadi peluang bagi para calon pemimpin sekaligus menjadi tantangan bagi para pemilih dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin.

Memahami dinamika politik Indonesia diperlukan bagi para calon pemilih terutama generasi muda sebagai pemilih terbanyak pada Pemilu 2024. Bijaksana dalam menggunakan sosial media agar tidak mudah terpengaruh oleh segala bentuk komunikasi politik yang digemakan penting dilakukan. Riset terhadap calon pemimpin terkait visi, misi, latar belakang menjadi pertimbangan dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin.

Sumber : kumparan

Translate