JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Sidang Perkara Nomor 80/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Partai Buruh dengan diwakili oleh Said Iqbal (Presiden Partai Buruh) dan Ferri Nuzarli (Sekretaris Jenderal Partai Buruh).
Pada sidang kedua dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan para Pemohon ini, Airlangga Julio selaku kuasa hukum menyebutkan beberapa catatan penyempurnaan permohonan. Yakni, Pemohon menjelaskan kerugian aktual yang dialami Partai Buruh. Berikutnya Pemohon juga menjabarkan pernyataan Said Iqbal selaku pimpinan partai tentang keanggotaan partai yang sangat beragam sehingga merupakan wujud dari manifestasi aspirasi masyarakat.
“Pembentukan parpol itu sangat sulit, di antaranya memiliki kepengurusan, cabang, dan semua ini telah dilalui partai buruh dan sudah terdaftar di pemilu. Untuk itu pada perbaikan ini kami meminta ada provisi atas waktu penyelesaian perkara ini,” jelas Airlangga di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Daniel Yusmic P. Foekh pada Selasa (5/9/2023).
Pada sidang pendahuluan pada Rabu (23/8/2023) lalu, Pemohon I menyebutkan pihaknya dirugikan dalam pemberlakuan syarat ambang batas minimum perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik dalam mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Di samping itu, Pemohon I juga melihat partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi ketentuan Pasal 222 UU Pemilu lalu tidak ada yang mencerminkan, memperjuangkan, atau memiliki tujuan yang sejalan dengan perjuangan dan gagasan Pemohon I. Sebab sebagai partai politik yang memiliki fokus pada isu perburuhan, pertanian, agraria, lingkungan hidup, masyarakat adat, Partai Buruh bercita-cita mewujudkan negara kesejahteraan yang di antaranya berlandaskan pada kedaulatan rakyat; lapangan kerja; pemberantasan korupsi; jaminan sosial.
Sementara dalam memenuhi syarat ambang batas itu, dibutuhkan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional. Berpedoman pada Pemilu Legislatif sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hanya memperoleh 8,21%, sedangkan Partai Demokrat hanya 7,77%, bahkan gabungan kedua partai politik itu pun tidak memenuhi ketentuan Pasal 222 UU Pemilu.
Sementara Pemohon II pernah ditunjuk oleh Partai Buruh sebagai bakal calon legislatif DPR untuk Pemilihan Umum 2024 dari daerah pemilihan Kalimantan Tengah. Akibat sistem pemilihan umum dengan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu, Pemohon II berpotensi mengalami kerugian apabila warga dalam daerah pemilihan, pendukung, dan calon konstituen menanyakan alasan partainya tergabung dalam koalisi gabungan partai politik yang mendukung UU Cipta Kerja. Sedangkan Pemohon III membatalkan niat menjadi bakal calon legislatif dari Partai Buruh untuk Pemilihan Umum tahun 2024. Sebab, ketentuan Pasal 222 UU Pemilu tersebut dinilai memaksa Partai Buruh untuk bergabung dalam koalisi gabungan partai politik, jika ingin mengusung calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Sementara dengan tujuan ideologis dari Partai Buruh yang menolak UU Cipta Kerja, tidak mungkin bagi partai untuk berkoalisi dengan partai-partai yang dapat mengusung calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Oleh karena itu, Pemohon III mengalami kerugian karena batal menjadi bakal calon legislatif dari Partai Buruh untuk Pemilihan Umum pada 2024 mendatang.
Para Pemohon juga mengajukan provisi agar Majelis Hakim Konstitusi berkenan menjatuhkan putusan sebelum tanggal 19 Oktober 2023, memberikan waktu yang cukup bagi para pemohon, KPU dan Instansi terkait lainnya untuk mengadakan penyesuaian yang diperlukan atas hasil putusan a quo. Sementara dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Persyaratan pengusulan Pasangan Calon tidak diberlakukan bagi Partai Politik Peserta Pemilu yang belum pernah mengikuti Pemilu anggota DPR sebelumnya”.
Sumber : Mahkamah Konstitusi RI