Home » Indikator Politik Indonesia: Lembaga Penegak Hukum Semakin Dipercaya Masyarakat
Culture Featured Global News Indonesia Lifestyle News Politik

Indikator Politik Indonesia: Lembaga Penegak Hukum Semakin Dipercaya Masyarakat

Survei Nasional dari lembaga survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan mayoritas warga disebut cukup atau sangat percaya terhadap lembaga-lembaga negara, termasuk penegak hukum.

Meningkatnya kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum, khususnya terhadap institusi kepolisian, menunjukkan bahwa upaya dan kinerja yang dilakukan lembaga penegak hukum diapresiasi masyarakat. Hasil tersebut dinilai positif di tengah mekanisme pengawasan terhadap lembaga-lembaga tersebut yang masih lemah.

Hal itu terungkap dalam Survei Nasional dari lembaga survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis secara daring pada Minggu (2/7/2023). Survei tersebut diselenggarakan untuk memotret beberapa lembaga negara yang berfungsi sebagai penegak hukum maupun lembaga negara lain. Terdapat 1.220 responden yang diwawancara lewat tatap muka.

Mayoritas warga disebut cukup atau sangat percaya terhadap lembaga-lembaga negara. Kepercayaan yang paling tinggi terhadap TNI (95,8 persen) dan Presiden (92,8 persen). Kemudian Kejaksaan Agung (81,2 persen), Polri (76,4 persen), Komisi Pemberantasan Korupsi (75,7 persen), Majelis Permusyawaratan Rakyat (73,8 persen), Dewan Perwakilan Daerah (73,3 persen), Dewan Perwakilan Rakyat (68,5 persen) dan partai politik (65,3 persen).

Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, secara umum, tren tingkat kepercayaan cenderung naik dibanding temuan sebelumnya, terutama Polri dan KPK pada kelompok lembaga penegak hukum. Polri tampak mengalami peningkatan terbesar dibanding temuan sebelumnya, baik dalam penegakan hukum maupun dalam pemberantasan korupsi, meski Kejagung dinilai mengalami tingkat kepercayaan tertinggi dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Burhanuddin mengatakan, mayoritas merasa cukup atau sangat puas (lebih dari 60 persen) atas kinerja Kepolisian dalam berbagai persoalan. Kepuasan paling rendah dalam pemberantasan narkoba (62,7 persen). ”Harapan dan hal yang paling perlu dibenahi atau yang paling banyak disebut responden adalah memberantas pungli,” kata Burhanuddin.

Terkait dengan Kejagung, warga juga cenderung menolak adanya keinginan untuk membatasi kewenangan Kejaksaan, yaitu hanya menuntut kasus korupsi. Hal itu terkait dengan uji materi di Mahkamah Konstitusi yang meminta agar kewenangan kejaksaan dalam menyidik kasus korupsi dihilangkan.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti mengatakan, hasil survei tersebut memperlihatkan ketegasan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dalam melakukan bersih-bersih internal Polri. Padahal, ketika Polri bekerja keras dalam penanggulangan Covid-19, masyarakat luas memberi apresiasi yang tinggi. ”Dan kemudian jatuh hanya karena kasus Ferdy Sambo. Sekarang sudah back to normal dan kami mendorong agar profesionalitas Polri ditingkatkan karena harapan masyarakat kepada Polri sangat tinggi,” kata Poengky.

Menurut Poengky, Polri perlu mengubah pola pikir untuk tidak hanya menganggap Polri sebagai penegak hukum, tetapi juga pengayom masyarakat sebagai anggota Sabhara. Itu berarti Polri perlu mengedepankan tindakan preemtif dan preventif, bukan penegakan hukum yang berwajah represif. Poengky juga mengingatkan agar di tahun politik ini, Polri harus menjaga netralitasnya sekaligus meningkatkan profesionalitas. Isu seperti anggota kepolisian yang bergaya hidup mewah, menjadi beking bagi kriminal, meminta setoran harus dihilangkan.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera M Nasir Djamil berpandangan, pencapaian yang dicapai Polri dinilai merupakan buah dari transformasi organisasi, operasional, pelayanan publik, serta pengawasan. Meski belum semuanya sempurna, terjadi perbaikan dalam hal-hal itu. ”Saya lihat upaya untuk meningkatkan kepercayaan kembali kepada kepolisian memang sungguh-sungguh dilakukan. Keterlaluan kalau Polri tidak berusaha mengembalikan kepercayaan publik. Anggaran yang besar kepada institusi kepolisian itu sebenarnya untuk mengungkit kembali agar Polri bisa kembali dipercaya masyarakat,” tutur Nasir.

Menurut Nasir, masalah Polri saat ini adalah belum adanya pengawasan yang ideal, yakni pengawasan yang bersifat eksternal. Salah satu ide yang muncul adalah adanya lembaga pengawas yang terintegrasi bagi kepolisian dan kejaksaan serta lembaga peradilan. Meski belum ada mekanisme pengawasan yang ideal, adanya kesadaran lembaga penegak hukum untuk memperbaiki citranya sudah merupakan hal yang positif.

Terkait dengan hal itu, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani menilai bahwa yang dilakukan Kapolri adalah suatu manajemen perubahan. Diawali dengan permintaan maaf, Kapolri dinilai menyadari ada banyak kekurangan di institusi yang dipimpinnya. ”Ini penting bahwa ketika ada kesalahan itu yang dilakukan bukan denial (penolakan), tapi ada pengakuan bersalah karena dari sana akan lebih mudah mengubah mindset,” tutur Arsul.

Terkait dengan survei tersebut, Arsul memberi catatan bahwa membandingkan lembaga-lembaga penegak hukum itu kurang tepat. Semisal, kepolisian memiliki fungsi pelayanan publik seperti pengurusan SIM, sementara hal itu tidak dimiliki KPK dan kejaksaan.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman, juga menilai adanya perbaikan yang signifikan dalam pelayanan Polri, seperti dalam hal tes surat izin mengemudi (SIM). Persoalan itu bisa berdampak negatif atau sebaliknya menjadi positif dalam pandangan masyarakat karena memang sangat dekat dengan masyarakat, bahkan menjadi sarana mencari nafkah sebagian besar masyarakat.

Habiburokhman juga mengapresiasi kinerja kejaksaan, khususnya dalam menangani kasus korupsi. Tidak hanya karena menyidik kasus dengan kerugian keuangan negara yang besar atau mencapai triliunan rupiah, kejaksaan dinilai juga berani karena menetapkan tersangka dengan jabatan menteri. ”Terlepas dari adanya muatan politis atau tidak, menurut saya ini satu kemajuan juga bagi kejaksaan dan wajar survei kejaksaan cukup tinggi,” kata Habiburokhman.

Sumber: Kompas

Translate