Jakarta – Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfdu Md membeberkan TPPU melalui modus uang kartal hasil perjudian di luar negeri.
Hal itu diungkapkan Mahfud saat menghadiri undangan Rapat Komisi III DPR yang membahas soal transaksi mencurigakan Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rabu (29/3/2023).
Mahfud membeberkan sejumlah temuannya, salah satunya hasil uang kartal yang diklaim sebagai hasil perjudian di negara yang melegalkan sistem judi dianggap sah. Uang itupun secara sah dapat kembali digunakan di Indonesia.
“Tolong pemabatas uang kartal didukung pak. Karena orang korupsi itu pak nurunkan uang dari bank Rp500 miliar dibawa ke Singapura ditukar dengan uang dolar lalu dia bilang ini (uang) menang judi karena di Singapura judi sah, lalu dibawa ke Indonesia sah. Padahl itu uang negara pak, itu pencucian uang pak,” bebernya.
Adapun modus pelaku, kata Mahfud, biasanya menggunakan dua koper masing-masing berisi kertas dan uang yang ditukar di atas pesawat.
Guna meminimalir TPPU modus seperti itu, Mahfud meminta DPR agar segera mengesahkan RUU Perampasan Aset serta membatasi belanja uang tunai di luar negeri menggunakan sistem kartal.
“Tolong kami sudah usulkan sejak tahun 2020 (RUU Perempasan Aset), tapi di Baleg tiba-tiba keluar lagi ketika ingin ditetapkan sebagai priortitas utama. Padahal isinya sudah disetujui oleh DPR yang terdahulu,” kata Mahfud.
Dengan adanya payung hukum tersebut, kata Mahfud, pihaknya akan lebih mudah melakukan upaya pengembalian uang negara dari kasus TPPU.
Mahfud mencontohkan kasus dana BLBI itu Rp111 triliun, yang berhasil dikembalikan melalui Instruksi Presiden (Inpres).
“Lalu kami minta Inpres pak. Saya ambil dulu nanti kalah di Pengadilan tidak apa-apa. Dapat kita ini (pengembalian) Rp29,9 trilun. Ada yang kalah di Pengadilan tapi tidak menggugurkan hutang tapi karena yah pencucian uang,” jelasnya.
Menurutnya, selama ini proses pengambilalihan aset dari pelaku TPPU, menuai kendala lantaran banyak sertifikat aset milik pelaku TPPU telah dipindah tangan.
“Barangnya dijaminkan ke pemerintah dengan surat tandatangan di atas materai, tapi sertifikatnya aset tidak diserahkan. Ketika kami mau sita ternyata sudah dijual,” beber Mahfud.
Sumber: Makassar Today