Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia membocorkan hasil jajak pendapat yang menunjukkan mayoritas responden mendukung penyelenggaraan Piala Dunia U-20 dengan kehadiran Tim Israel.
Mereka yang setuju pada sikap ini termasuk para pendukung Ganjar Pranowo—politikus PDI Perjuangan yang justru menolak kehadiran Tim Israel.
Dalam keterangan terbaru PDIP menyatakan kecewa dan sedih, sekaligus membenarkan menolak tim Israel sejak lolos kualifikasi.
Pengamat politik menilai keputusan pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia seperti dua mata pisau yang membuahkan keuntungan sekaligus sentimen negatif bagi Ganjar dan PDIP.
Isu Israel juga dianggap sudah kurang berpengaruh lagi terhadap suara pemilih yang didominasi generasi milenial dan Z.
Survei: Mayoritas mendukung
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menanggapi pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia dengan mengatakan ini benar-benar tidak menguntungkan secara politik.
“Nggak ada untungnya,” katanya dalam pesan tertulis kepada BBC Indonesia, Kamis (30/03).
Selanjutnya ia merujuk hasil survei yang sempat dibocorkan dalam program diskusi Detik.
Survei nasional terhadap 1213 responden (mewakili 83% penduduk yang memiliki ponsel) menunjukkan mayoritas pendukung kehadiran tim Israel dalam Piala Dunia U-20.
“Antara 53-59%, itu sudah mayoritas,” kata Burhanuddin yang menambahkan hasil survei utuh akan dirilis pada Minggu (02/04).
Suara mayoritas ini juga menunjukkan keinginan mereka untuk memisahkan kepentingan politik dan olah raga.
“Kalau berdasarkan pilihan 2019, mereka yang memilih Pak Jokowi dan memilih PDIP itu justru semakin setuju olah raga dipisahkan dengan politik. Maunya Tim Israel tetap datang,” jelas Burhan – sapaan Burhanuddin Muhtadi.
“Tapi kalau memilih PKS, PAN, PPP, [dan yang] memilih Prabowo di 2019 cenderung tidak setuju Israel datang… Yang menolak itu antara 20-33%,” tambahnya.
Sementara itu, Indikator Politik juga menanyakan para responden terhadap keputusan Piala Dunia U-20 berdasarkan pilihan capres hari ini.
“Pendukung Ganjar itu cenderung setuju Israel tetap datang, sebaliknya pendukung Anies Baswedan cenderung tidak setuju,” kata Burhan.
Khusus PDIP, jelas Burhan, terjadi perbedaan suara antara elite politik dan pendukungnya.
Sebagian elite politik PDIP seperti Ganjar dan I Wayan Koster justru menolak kedatangan Tim Israel yang berujung pada pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia. “Aspirasi massa PDIP di bawah, malah sebaliknya,” katanya.
Lantas, apakah pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia akan mempengaruhi perubahan signifikan elektabilitas pada Ganjar Pranowo dan PDIP?
“Ini bisa jadi game changer atau tidak? Wallahualam. Saya belum berani mengambil kesimpulan lebih dalam,” jelas Burhan.
Bagaimana reaksi PDIP, Jokowi dan Ganjar?
PDIP menyatakan “sangat menyesalkan dan bersedih” atas pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
“Ini tentu menjadi pelajaran berharga,” kata Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto seperti dikutip dari Antara, Kamis (30/03).
Namun, Hasto menjelaskan penolakan keikutsertaan Tim Israel dalam Piala Dunia U-20 sebagai upaya menyuarakan kemanusiaan dalam hubungan antarbangsa.
“Sikap kami ini sama dengan FIFA ketika mencoret Rusia dari babak playoff Piala Dunia, jadi ada presedennya,” katanya.
Suara menolak kehadiran Israel bukan kehendak politis, kata Hasto, “tapi ada dasarnya dari konstitusi dan historis”.
“Untuk diingat, Stadion Gelora Bung Karno (GBK) lahir sebagai penolakan terhadap Israel,” lanjut Hasto.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan sikap ini diambil setelah Israel lolos kualifikasi. Sejak Agustus 2022, PDIP telah berkomunikasi dengan pemerintah tentang sikap mereka soal potensi kerentanan politik dan sosial jika tim Israel tetap bertanding.
Sementara itu, Ganjar Pranowo, politikus PDIP yang ikut menyuarakan penolakan Tim Israel dalam Piala Dunia U-20 mengutarakan narasi yang sama.
“Yo kecewalah, wong kita sudah menyiapkan sejak awal, kok. Kan tinggal beberapa catatan saya yang bisa kita lanjutkan,” katanya kepada wartawan.
Seperti diketahui, kader PDIP lain yang ikut menolak tim Israel di Piala U-20 adalah Gubernur Bali, I Wayan Koster.
Sementara, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka bersikap sebaliknya.
Ia menerima keberadaan tim Israel dalam Piala Dunia U-20. Solo, awalnya menjadi salah satu tempat penyelenggaraan Piala Dunia U-20.
Dua hari sebelum FIFA mengeluarkan keputusan, Presiden Jokowi menegaskan tidak ada kaitannya posisi politik luar negeri Indonesia terhadap Palestina dengan penerimaan Timnas Israel bertanding dalam Piala Dunia U-20.
“Dukungan kita kepada Palestina selalu kokoh dan kuat,” kata Presiden Jokowi, Selasa (28/03).
Setelah pengumuman resmi FIFA keluar, Kamis (30/03) malam, melalui media sosial, Presiden Jokowi menyampaikan “kecewa dan sedih” karena FIFA membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.
Ia juga menyampaikan, “jangan menghabiskan energi untuk saling menyalahkan satu sama lain.”
“Dan sebagai bangsa yang besar, kita harus melihat ke depan. Jadikan ini sebagai pembelajaran bagi kita semuanya, bagi persepakbolaan nasional Indonesia,” kata Presiden Jokowi dalam akun Instagramnya.
Dua sisi mata pisau
Sejauh ini PDIP nampaknya memberikan keleluasaan bagi kader-kadernya berpolemik di dalam pro dan kontra terhadap keberadaan Tim Israel di Piala Dunia U-20.
Pembatalan Piala Dunia U-20 sulit dilepaskan dari unsur politik, kata Peneliti Politik dari Badan Riset dan Inonvasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiarti.
Puput – sapaan Aisah Putri Budiarti – mengatakan “siapa tahu” ini sebagai strategi politik PDIP apalagi menjelang 2024.
Bagaimanapun, ia menilai kondisi ini bisa menguntungkan Ganjar Pranowo sebagai salah satu profil kader PDIP yang masuk dalam survei Capres 2024.
“Dia [Ganjar] memperluas peluang untuk mendekatkan diri dengan kelompok Islam yang selama ini tidak menjadi followers atau konstituennya Ganjar secara personal, maupun PDIP secara partai,” kata Puput.
Keuntungan bagi PDIP adalah partai berlogo banteng ini bisa “mengaburkan” kesan negatif yang melekat sejak pemilu 2019, “bahwa PDIP dan kandidat PDIP di dalam Pilpres dan Pileg, itu nasionalis, dan tidak relijius.”
Dengan demikian, maka perspektif yang dibangun saat ini akan “memberi ruang PDIP untuk melangkah lebih leluasa ketika pemilu 2024 dengan.. positif secara umum mengaburkan polarisasi [seperti di pemilu 2019].”
Tapi di sisi lain, Puput tak bisa menutup mata atas reaksi warganet hari ini yang menyuarakan kekecewaan karena Piala Dunia U-20 dibatalkan buntut reaksi penolakan terhadap Tim Israel.
“Bisa jadi ini mempengaruhi secara negatif pada popularitasnya Ganjar. Terutama kalau melihat publik secara umum… Tentunya dalam jangka pendek dalam beberapa hari ini,” katanya.
Terkait dengan pro dan kontra yang diserukan Gubernur Bali, I Wayan Koster, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka dan lainnya, tidak terlalu berpengaruh terhadap elektabilitas mereka di putaran pilkada mendatang, tambah Puput.
Pro dan kontra bukan hanya disampaikan kader PDIP tapi juga kader partai lainnya dan kelompok masyarakat.
Namun Puput mengatakan, untuk partai-partai Islam yang menyatakan menolak Tim Israel di Piala Dunia U-20, “Dugaan saya tidak akan terlalu signifikan [elektabilitas] berpengaruh pada mereka.”
Apakah Isu Israel masih menjual?
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silvanus Alvin menilai polemik Tim Israel dalam Piala Dunia U-20 tidak terlalu berpengaruh pada suara pemilih.
Belum tentu Pembatalan Piala Dunia U-20 menguntungkan bagi partai Islam, karena ada pergeseran pemilih.
“Ini justru backfire [mendapat hasil yang tidak sesuai harapan],” katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (30/03).
Menurut Silvanus, pemilih pemilu 2024 nanti didominasi generasi milenial dan generasi Z yang lebih peduli pada isu korupsi dan HAM dibandingkan sentimen SARA. Hal ini tertuang dalam sebuah survei yang menunjukkan mayoritas dari mereka menginginkan perubahan.
“Nggak bisa dikasih barang yang itu-itu saja. Harus berkembang, mengikuti pemilihnya,” kata Silvanus.
Dalam survei tersebut, kalangan milenial dan Z juga tidak terlalu peduli dengan “pemimpin yang harus relijius atau politisi harus relijius, atau tidak”.
“Tapi politisi yang bukan terpidana korupsi, atau punya rekam jejak korupsi, yang seperti itu. Politisi atau pemimpin yang peduli dengan HAM. Pemimpin yang melek literasi teknologi,” tambah Silvanus.
Sumber: BBC