Kebangkitan Cina dalam ekonomi, politik, dan militer sebagai negara adidaya lamban laun diyakini akan mengubah lanskap geopolitik dunia dan menjadi kekuatan global baru.
Secara umum, keterlibatan Cina di kancah global dalam berbagai aspek mengacu pada central realm theory.
Profesor hukum Asia Timur, Jerome Alan Cohen, dalam studinya mendefinisikan central realm theory sebagai keunggulan moral Cina atas perwujudan kebajikan yang layak diterapkan secara universal berdasarkan aspek historis panjang kekaisaran.
Di era kekinian, praktik teori itu tampak diterapkan dengan cukup agresif oleh Presiden Xi Jinping, terutama melalui ekspansi kerja sama ekonomi Belt and Road Initiative (BRI).
Selain memperluas kepentingan ekonomi, inisiatif BRI juga memiliki tujuan filosofis untuk membangkitkan kembali dominasi politik global Cina.
Selama beberapa dekade terakhir, Indonesia telah menjadi salah satu mitra terbaik Cina karena, menurut beberapa pakar, Presiden Joko “Jokowi” Widodo dianggap mampu menyelaraskan dan “menerjemahkan” berbagai kepentingan Xi Jinping.
Karakteristik Jokowi tampaknya menjadi acuan bagi Cina akan sosok dambaan mereka untuk menjadi presiden Indonesia berikutnya. Tidak heran jika banyak prediksi bahwa Cina akan menunjukkan gelagat intervensi secara bertahap dalam politik tanah air menjelang Pemilu 2024. Intervensi semacam ini mungkin juga akan dilakukan oleh big power lainnya, seperti Amerika Serikat (AS), yang memiliki kepentingan dengan Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Jika hal itu terjadi, kemungkinan besar akan terjadi di internal sejumlah partai politik Indonesia.
Di Indonesia, kehadiran Cina kerap dikaitkan dengan penduduk Indonesia keturunan Cina. Ini kemudian menciptakan sentimen tertentu terhadap hal-hal yang berkaitan dengan Cina.
Secara historis, telah lama terjadi diskriminasi sosial yang dialami oleh penduduk Indonesia keturunan Cina. Ini bersumber dari rasa kecemburuan masyarakat “pribumi” atas kesuksesan dan kekayaan bisnis golongan masyarakat yang dianggap sebagai pendatang.
Sampai akhirnya kemudian pemerintahan Orde Baru pada akhir 1960-an memanfaatkan isu ini secara politis dengan tujuan untuk sepenuhnya menghapuskan pengaruh komunis di Indonesia. Namun demikian, konflik ini belum selesai.
Untuk membahas sejarah hubungan Indonesia-Cina serta bagaimana Cina dianggap mampu memengaruhi politik nasional tanah air, kami berbincang dengan Rangga Aditya Elias, dosen teori hubungan internasional yang juga Kepala Departemen Hubungan Internasional dari BINUS University.
Sumber : The Conversation