“Government of the people, by the people and for the people” (Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat).
Inilah kata-kata yang digunakan oleh presiden amerika serikat ke-16 Abraham Lincoln pada tahun 1863 saat berbicara tentang demokrasi.
Persepsi demokrasi ini juga sesuai dengan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara. Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Pasal tersebut menegaskan bahwa demokrasi merupakan manifestasi kedaulatan rakyat berupa penyerahan kepada rakyat untuk mengambil keputusan-keputusan politik dalam hidup bernegara.
Apalagi di Indonesia akan menyelenggarakan perhelatan pesta demokrasi terbesar yang jatuh pada hari Rabu 14 Februari 2024, dimana rakyat Indonesia akan memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
Turunnya Indeks Demokrasi Indonesia
Pemilu 2024 memiliki posisi sangat strategis untuk memperkuat konsolidasi demokrasi di Indonesia, terlebih berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) ditahun 2020 indeks demokrasi di Indonesia mengalami penurunan drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Skor Indonesia (6,30) tertinggal dari dua negara tetangga, yaitu Malaysia (7,19) dan Timor Leste (7,06). Indonesia menempati urutan Ke-64 pada ranking global.
Meskipun kemudian indeks demokrasi Indonesia tahun 2021 mengalami kenaikan, berdasarkan data terbaru dari The Economist Intelligence Unit (EIU), dirilis Februari 2022, skor rata-rata indeks demokrasi Indonesia mencapai 6,71. Skor ini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020.
Berdasarkan nilai tersebut peringkat Indonesia naik dari 64 menjadi 52. Tetapi meskipun terjadi perbaikan indeks skor demokrasi, ternyata masih masuk kategori flawed democracy (demokrasi cacat).
Dengan flawed democracy (demokrasi cacat) sangat menjadi perhatian kepada seluruh stake holder yang terlibat didalamnya. Melihat dari Indeks demokrasi dapat ditentukan lima variabel, diantaranya (1) penyelenggaraan pemilu, (2) pluralisme, (3) fungsi pemerintahan, (4) partisipasi politik, (5) budaya politik dan kebebasan sipil.
Salah satu penyebab turunnya indeks demokrasi sebuah negara terletak pada kebebasan sipil dan kultur politik, terutama menguatnya intoleransi dan politik identitas, menjadi keniscayaan bagi semua komponen bangsa untuk berusaha menciptakan tradisi berkontestasi politik secara subtansi, berintegritas moral, dan berkomitmen kebangsaan di Pemilu 2024.
Partisipasi Politik Generasi Muda
Memasuki tahun demokrasi pada tahun 2024, salah satu partisipasi politik penentu tinggi rendahnya indeks demokrasi, menjadi pekerjaan rumah kita bersama, bagaimana menciptakan pemilu tidak sebatas mekanisme prosedural lima tahunan pergantian elit penguasa, tetapi mampu menjadikan masyarakat cerdas secara politik, sehingga dapat mengkritisi program serta rekam jejak partai dan kandidat, sebagai pertimbangan utama ketika masyarakat menentukan pilihan di bilik suara.
Mengutip pakar ilmu politik, dalam buku Miriam Budiardjo yang berjudul Partisipasi dan Partai Politik, tinggi atau rendahnya partisipasi politik di masyarakat menjadi indikator penting bagaimana perkembangan berdemokrasi di negara tersebut.
Semakin tinggi tingkat partisipasi politik masyarakatnya, maka itu menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap perkembangan politik di negara mereka. Sebaliknya, semakin rendah angka partisipasi politik masyarakat di suatu negara menjadi pertanda kurang baik.
Sehingga pada proses berdemokrasi, terdapat adanya kelompok di masyarakat yang terlibat mempengaruhi tinggi-rendahnya tingkat partisipasi politik. Salah satunya adalah pemuda yang merupakan kelompok dari masyarakat, mengambil didefinisi pemuda pada pasal 1 Undang-Undang nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan bahwa pemuda sebagai warga negara Indonesia dalam rentang usia 16 hingga 30 tahun.
Kehadiran Internet di Dunia Politik
Dalam perkembangannya, pemuda disebut sebagai Generasi Z dan Generasi Milenial. Badan Pusat Statistik mendefinisikan Generasi Z sebagai penduduk Indonesia yang lahir dalam rentang tahun 1997-2012 dan Generasi Milenial adalah mereka yang lahir antara 1981 hingga 1996.
Jumlah generasi muda di Indonesia sebanyak 64,92 juta jiwa pada tahun 2021, jumlah itu setara dengan 23,90% dari total populasi Indonesia. Dari sisi besaran absolut, jumlah pemuda terus bertambah setiap tahunnya. Kendati, hal sebaliknya terjadi jika melihat persentase pemuda terhadap total penduduk Indonesia.
Adapun, sebanyak 39,80% pemuda berada di rentang usia 19-24 tahun. Sebanyak 39,33% pemuda berumur 25-30 tahun. Sementara, pemuda berusia 16-18 tahun sebanyak 20,87%. Berdasarkan jenis kelamin, 50,91% pemuda merupakan laki-laki. Proporsi itu lebih tinggi dibandingkan pemuda perempuan yang sebanyak 49,51%.
Tipikal Generasi Z menuntut kehadiran internet nyaris di setiap waktu mewarnai kesehariannya. Ketergantungan mereka terhadap internet bahkan menyentuh angka 93,9 persen atau biasa disebut sebagai mobile generation. Generasi ini kehidupannya lebih banyak diwarnai dengan keceriaan (cheerful) dalam berselancar didunia internet.
Penetrasi internet di Indonesia saat ini telah menjangkau 196,7 juta penduduk berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).
Kondisi ini membuat partai-partai politik berlomba-lomba menceburkan diri membangun kekuatan baru di ranah digital. Mereka kemudian masuk ke berbagai platform media sosial yang ada demi mendapatkan simpati anak-anak muda melek teknologi.
Kontribusi Generasi Muda
Dalam partisipasi politik, generasi muda merupakan aset berharga dan menjadi incaran partai-partai politik. Lantaran Generasi Z dan Generasi Milenial merupakan kekuatan tersendiri yang harus direbut suaranya di dalam kontestasi pemilihan, baik pemilihan pemimpin negara, kepala daerah, atau saat memilih wakil rakyat.
Namun disamping itu generasi muda sangat dimungkinkan berkontribusi menjadi bagian dari penyelenggara pemilu seperti PPS (Panitia Pemungutan Suara), PKD (Pengawas Kelurahan/Desa), KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) dan PTPS (Pengawas Tempat Pemungutan Suara). Agar generasi muda dapat melakukan checks and balances secara langsung dilapangan yang nantinya sekaligus mengawal prosesi hajat demokrasi dengan baik di Indonesia.
Generasi muda juga bisa memiliki peran dalam melakukan pendidikan politik dan demokrasi kepada masyarakat melalui internet, bagaimana mereka bisa melakukan pencerahan-pencerahan dalam memberikan pemahaman mengenai politik dan demokrasi yang sehat secara utuh kepada masyarakat.
Oleh karena itu generasi muda menjadi bagian yang sangat penting bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia, seyogyanya generasi muda memiliki spirit baru untuk mewujudkan kultur politik yang sehat dan cerdas dalam bingkai internetisasi serta menciptakan wajah baru demokrasi yang memanifestasikan kedaulatan rakyat.
Sumber: Times Indonesia