Jakarta, CNBC Indonesia – Era suku bunga acuan tinggi membuat kredit bank lesu. Sebagaimana diketahui dalam satu tahun terakhir, Bank Indonesia telah mengerek BI-7 Day Reverse Repo Rate sebanyak 225 basis poin (bps) menjadi 5,75%.
Mengutip data Bank Indonesia, industri perbankan menyalurkan kredit senilai Rp 6.636,1 triliun, naik 7,7% secara tahunan (yoy). Pada bulan sebelumnya kredit tumbuh 9,5% yoy atau masih dalam rentang target BI, yakni 9%-11%.
Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII) Taswin Zakaria mengatakan pertumbuhan kredit melambat karena pelaku usaha banyak mengambil posisi wait and see menjelang tahun politik. Selain itu banyak juga yang melakukan pelunasan awal.
“Biasanya wait and see karena tahun politik. Pelunasan awal karena cost efficiency di masa suku bunga tinggi,” kata Taswin kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/8/2023).
Taswin memperkirakan pada semester II 2023 belum ada stimulus yang mendorong kredit. Bank Indonesia belum memberikan sinyal untuk menurunkan suku bunga acuan.
Dia menilai pada paruh kedua tahun ini, pertumbuhan kredit akan didorong oleh kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) IV, khususnya segmen KUR, UMKM dan konsumen.
“Pertumbuhan industri 7%-8% secara tahunan sudah bagus kalau bisa tercapai hingga Desember,” katanya.
Sepanjang paruh pertama tahun ini, Maybank mencata penyaluran kredit dan pembiayaan senilai Rp 109,97 triliun, naik 19,94% yoy. Bila dibandingkan dengan kuartal I/2023 yang tumbuh 7,7% yoy, secara persentase pertumbuhan kredit BNII berakselerasi sangat cepat.
Terpisah, Direktur Utama PT Bank CIMB Niaga Tbk. atau BNGA Lani Darmawan juga mengatakan pertumbuhan kredit perusahaan yang dia pimpin mengalamai akselerasi pada kuartal II 2023. Akan tetapi dia menilai akan melambat pada paruh kedua tahun ini.
“Jika dilihat dari Q1 ke Q2 tidak ada perlambatan, tetapi mungkin melambat di semester kedua ini,” katanya.
Lani mengatakan cost of fund atau beban dana saat ini relatif tinggi dan membuat suku bunga kredit sulit turun. Hal ini berimbas pada segmen non-ritel wait and see.
“Terutama di korporasi dan komersial,” katanya.
Sementara itu, bila dirinci perlambatan utamanya disebabkan oleh kredit korporasi yang melambat 260 basis poin (bps) menjadi 6,4% yoy. Kredit yang menyasar korporat ini berkontribusi 51,28% atau setara Rp 3.402,8 triliun.
Pada periode yang sama, kredit perorangan melambat 60 bps menjadi 9,1% yoy. Kredit perorangan menyumbang 47,94% atau Rp 3.181,1 triliun.
Detailnya, kredit investasi pertumbuhannya turun 320 basis poin (bps) menjadi 8,4% yoy dari 11,6%. Industri pengolahan anjlok cukup dalam, yakni dari 16,4% yoy menjadi 7,9% yoy.
Bila dilihat, kredit perorangan melambat karena kredit kendaraan bermotor dan kredit multiguna. Pada periode yang sama, kredit pemilikan rumah (KPR) justru menguat.
Senada dengan sektor yang lain, pertumbuhan kredit kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga melambat. Kredit UMKM tercatat naik 7,1% yoy, turun 40 bps dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya.
Kredit skala mikro melambat 80 bps, sedangkan kontraksi pada kredit kecil dan menengah semakin besar.
Sementara itu, menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, melambatnya pertumbuhan kredit bank terjadi di tengah melimpahnya likuiditas perbankan, tingginya rencana penyaluran kredit, serta longgarnya standar penyaluran kredit/pembiayaan perbankan.
Pada saat yang sama, korporasi cenderung mempercepat pelunasan kredit dan berperilaku wait and see dalam rencana investasi ke depan. BI pun telah merevisi target pertumbuhan kredit tahun ini dari 10%-12% menjadi 9%-11%.
Terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut bahwa pertumbuhan penyaluran kredit seperti sudah terpola. Seperti tahun lalu, saat target kredit juga lesu lalu akhirnya tumbuh dua digit pada triwulan III dan IV.
“Kalau kita melihat, pergerakan kredit bulanan ini ya, kita memang agak sulit. Kita bisa up and down, tetapi at the end of the year, apa yang terjadi tahun lalu ya, kita akhirnya mencapai double digit,” pungkas Dian.
Dian menjelaskan bahwa berdasarkan rencana bisnis bank (RBB) ada banyak bank yang malah merevisi ke atas target pertumbuhan kredit. Dia berharap RBB perbankan benar-benar merefleksikan optimisme mereka untuk sisa tahun 2023.
Source : CNBC Indonesia