Bulan Februari 2024 adalah momentum paling sibuk di Indonesia, karena ada pemilihan umum. Oleh karenanya, tahun 2023 adalah hari-hari paling sibuk bagi partai politik dan politikus untuk menarik simpatik dari masyarakat agar memilih mereka pada 2024. Partai politik mulai mendaftarkan kader terbaik mereka untuk merebut hati masyarakat. Ada yang berlatar belakang tokoh agama, artis, pengusaha, aktivis dan lain sebagainya.
Akan ada begitu banyak tim kampanye dan strategi meraih hati masyarakat, oleh karenanya setiap partai politik dan kadernya harus memiliki strategi jitu. Terkadang strategi tersebut menggunakan berbagai cara, termasuk politik identitas dan SARA. Politik SARA merupakan sesuatu yang dirancang dalam rumah politik sehingga SARA menjadi komoditas politik yang digunakan pada saat tertentu untuk memperoleh keuntungan-keuntungan politik dengan menyebarkan isu SARA. Kini, isu politik identitas dan olitik SARA calon presiden RI 2024 sudah menyebar di berbagai platfom media social. Indonesia memiliki keberagaman suku, agama, ras, dan golongan sehingga memiliki potensi besar terjadinya tindakan SARA.
Berkaca pada pemilu sebelumnya, isu SARA sering kali menghangat pada saat menjelang pemilu. Politikus memainkan politik SARA dengan gencar menyebarkan isu SARA menjelang pemilihan. Pemilihan umum di manapun pasti melibatkan paling tidak empat faktor yaitu rakyat, partai, calon, dan dana. Namun, isu, waktu dan tempat akan mempengaruhi urutan faktor mana yang terpenting. Urutan penyebutan di awal tulisan tersebut adalah urutan ideal yang dalam kenyataannya jarang terjadi.
Isu yang diangkat mestinya menjadi faktor terpenting sesuai dengan psikis rakyat Indonesia yang sangat tertarik membahas tentang suku, agama, ras dan adat. Pembahasan ini terkadang lebih penting dari kemiskinan dan pendidikan. Lewat survei dapat diketahui isu apa yang paling potensial dan apa yang akan menjadi bahan kampanye. Dalam masa kampanye rakyat amat penting, karena itu didekati dengan berbagai strategi.
Mendekati rakyat dengan politik SARA banyak dipakai politikus untuk menarik perhatian rakyat. Karena menguras emosi dan biayanya murah. Isu SARA akan dimainkan dan diulang-ulang secara massif oleh tokoh politik sehingga dianggap benar dan akibatnya masyarakat terbelah-belah. Umumnya partai politik dan politikus menggunakan conventional champaign ketika menghadapi pemilu.
Cara ini yaitu ketika ada sebuah isu SARA yang menguras emosi masyarakat lalu dipublikasikan ke masyarakat lewat televisi, radio, koran, buku, banner, dan website. Langkah ini sebenarnya cukup mahal dan tidak efektif. Karena untuk iklan 30 detik di televisi saja bisa merogoh kocek mencapai Rp. 60-100 juta. Namun, menurut menurut pakar iklan Ipang Wahid, televisi masih ditonton sekitar 56 persen masyarakat Indonesia. Terutama ibu-ibu pecinta sinetron. Televisi dinilai tidak membutuhkan paket data internet.
Dalam tulisan ini saya ingin menyampaikan bahwa isu SARA di pemilu 2024 akan tetap jadi langkah jitu komunikasi politik. Isu SARA yang merendahkan salah satu calon lalu disebarkan dan dikomunikasikan ke masyarakat lewat berbagai cara. Ini tentu cukup berbahaya bagi demokrasi Indonesia. Berikut ini beberapa cara penyebaran isu SARA:
Pertama, ada cara lama yaitu tokoh politik atau public figur publikasikan isu SARA di televisi, radio, media cetak, banner dan internet. Meskipun cara ini sangat boros dan membuat sampah visual di ruang publik, politikus tetap memakainya. Khususnya untuk menarik pemilih yang tidak bisa menggunakan perangkat elektronik dan jauh dari internet. Model ini dianggap sangat perlu untuk generasi yang tidak bermain media sosial. Khususnya pemilih yang lahir di era 1940-1960.
Kedua, mempublikasikan isu SARA atau playing victim kader partai lewat media sosial seperti youtube, facebook, instagram, whatsApp, TikTok, twitter dan lain sebagainya. Komunikasi politik model ini sangat populer karena menggunakan komunikasi dua arah. Tokoh politik, partai atau admin dari media sosial partai bisa membalas komentar dan saran dari masyarakat. Komunikasi ini membuat masyarakat merasa memiliki kedekatan emosional.
Saat ini TikTok lagi naik daun, isu SARA dan politik identitas sudah banyak menyebar di media social tersebut. Hal ini bisa dilihat dari kesuksesan Ferdinan Marcos Jr atau Bongbong Marcos dalam pemilihan Presiden Filipina pada 9 Mei 2022. Bongbong menang karena masif melakukan kampanye lewat TikTok. Padahal ia anak koruptor terbesar Filipina. Semua ini pembentukan opini dan pembentukan persepsi lewat media sosial.
Bongbong menargetkan kaum muda yang lahir setelah pemerintahan ayahnya, 1986. Dapat dikatakan para generasi ini tidak merasakan kejamnya dinasti ayah Bongbong. Ferdinand Marcos Jr banyak menolak debat terbuka dengan lawannya. Kampanyenya paling masif lewat TikTok.
Dilaporkan Time, Selasa (10/5/2022), salah satu video paling populer diposting oleh pemuda bernama Joey Toledo. Milenial itu membagikan video percakapan antara mantan menteri pertahanan Juan Ponce Enrile dan Ferdinand Marcos Jr. Enrile memuji-muji keamanan Filipina di masa kepresidenan Marcos Sr. Ia berkata rakyat Filipina bisa meninggalkan rumah tanpa menguncinya dan masih tetap aman. video itu meraih 92 ribu view.
Partai politik Indonesia yang kampanye kini mulai mempertimbangkan keberhasilan Bongbong ini. Sayangnya, isu yang disebarkan ada politik SARA dan politik identitas. Di prediksi, raja media sosial pada tahun 2024 adalah TikTok. Isu SARA dan politik identitas akan disebarkan lewat video pendek yang disertai tulisan provokatif. Seacra umum, TikTok suka receh, tapi kerecehan ini yang buat ia populer. Bawaslu RI perlu memantau dan mengantisipasi isu SARA dan politik identitas di TikTok. Agar masyarakat tidak terpecah belah hingga timbul konflik baru.
Facebook biasanya dipakai orang-orang yang suka menulis panjang, nostalgia, reuni, dan memiliki jaringan alumni, isu SARA yang disebarkan umumnya lewat tulisan panjang dan drama. Bagi orang yang suka foto dan gambar adanya di Instagram, isu SARA disebarkan dengan bentuk pamphlet dan foto. Twitter untuk orang yang kritis dan super sibuk, maka isu SARA dissebarkan lewat tulisan pendek yang penuh tanda tanya. Dari sini kita tahu bahwa konten SARA dan politik identitas yang dibuat untuk masing-masing media sosial adalah beda. Agar tepat sasaran.
Komunikasi politik via media sosial, khususnya TikTok akan jadi perhatian khusus politikus. Hal ini karena menurut Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif, saat Indonesia Digital Outlook 2022, di The Westin, Jakarta, Kamis (9/6/2022), kini kurang lebih 77 persen penduduk Indonesia sudah menggunakan internet dan lebih dari separo penggunanya adalah kelas menengah ke bawah yang suka konten sederhana, tidak mikir berat dan lucu.
Oleh karenanya, partai politik dan kadernya diprediksi akan menangkap momentum ini dengan membuat konten receh dan penuh kelucuan yang diposting di TikTok untuk menarik pemilih. Di sisi lain, politikus juga akan memposting isu SARA yang menguras emosi dan mengurangi jiwa kritis. Keberhasilan ini bisa dilihat dari pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang banyak memuat isu SARA dan politik identitas.
Kenapa harus isu SARA?
Masyarakat Indonesia yang majemuk menjadi dasar memainkan isu SARA. Sebagian kelompok ada yang merasa berhak berkuasa dan ada di sisi lain yang teraniaya. Keadaan social tersebut ketika digoreng dengan provokastif akan membuat emosi masyarakat muncul dan saling membenci. Lalu tokoh politik datang memberikan harapan dan mimpi bahwa ia bisa menyelesaikan masalah sehingga masyarakat tertarik.
Menurut pakar iklan Ipang Wahid, berdasarkan hasil riset timnya, diketahui bahwa top kontent All channel (TikTok, instagram, youtube) diketahui yang paling tinggi yaitu jokes, hal lucu, SARA dan natural. Konten yang lucu bisa memiliki views 136.526.744 atau 37.85 persen dari total 360.738.643 views. Jokes ini meliputi humor, comedy, dan lame jokes. Ini juga bisa dilihat dari program Lapor Pak yang viral di media sosial karena kelucuan personilnya.
Selanjutnya konten media sosial yang populer yaitu konten collabs dengan views 52.633.149 (14.59 persen). Collabs yang dimaksud di sini yaitu collabs bersama publik figur. Bisa dilihat acara akun youtube Vindes bersama Raffi Ahmad yang mengadakan pertandingan tenis. Pertandingan itu viral di media sosial berhari-hari.
Top konten berikutnya secara berurutan yaitu general (news, general activity) dengan angka 11.92 persen, family (activity with family) pada angka 10.33 persen, interaction (blusukan, public interaction), speech, trending (momentum event), dan events (government event, general event). Khusus konten family, partai dan politikus akan mengemasnya dengan bahasa hati, agar menarik masyarakat. Ada story tellingnya.
Penyebaran isu SARA ketiga yaitu lewat Key Opinion Leader (KOL). Cara penyebaran isu model begini yaitu menggunakan jasa orang yang punya pengaruh dan bisa menyebar luaskan materi kampanye isu SARA seperti Rocky Gerung, Habib Bahar, Habib Rizieq. Namun, kelemahan model ini tidak semua masyarakat mendengar konten kampanye meskipun disampaikan oleh tokoh publik. Mayoritas yang mendengarkan ucapan tokoh publik adalah fansnya. Metode ini tetap dianggap penting, karena tokoh publik punya pengikut jutaan.
Keempat, community. Isu SARA selanjutnya disebarkan lewat komunitas. Komunitas memiliki pengaruh besar dalam kampanye, seperti komunitas pengajian, majelis taklim, alumni lembaga. Komunitas terbesar di Indonesia saat ini yaitu motor, setelah itu bola. Tokoh politik akan masuk ke komunitas ini.
Komunitas suporter juga tidak bisa diremehkan, berdasarkan laporan Fox Sport Asia pada tahun 2019 menyebutkan bahwa klub Indonesia memiliki supporter paling loyal di ASEAN. Pada Liga 1 2019/2020 lalu, Persija yang memiliki supporter bernama The Jak Mania tercatat memiliki kehadiran rata-rata di stadion berjumlah 24.303. Jumlah kehadiran tertinggi adalah 70.136, saat Persija bermain di Stadion Gelora Bung Karno.
Posisi selanjutnya PS Sleman dengan rata-rata supporter yang datang ke stadion saat bertanding kandang sejumlah 18.909, Bali United (16.945), Persebaya (16.472), dan Persib (15.071). Di bandingkan klub Vietnam, Nam Dinh (15.000), Buriram United asal Thailand (13.558), dan klub Malaysia, Johar Darul Tazim (11.962). Belum termasuk supporter klub luar negeri yang ada di Indonesia. Ini memperlihatkan betapa komunitas tidak bisa dianggap remeh.
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa politik SARA akan tetap digunakan politikus karena menguras emosi dan membuat orang terpengaruh. Penting, konten kampanye SARA jadi perhatian serius Bawaslu. Politik identitas dan SARA merupakan tantangan besar bagi demokrasi elektoral Indonesia di Pemilu 2024. Polarisasi berbasis irasionalitas politik identitas yang diterjemahkan dalam bentuk kampanye jahat, berita bohong (hoax), fitnah, dan politisasi SARA bakal menguat kalau tidak diantisipasi.
Bawaslu dan KPU bisa gencar memberikan edukasi dan pemahaman mengenai keberagaman suku, budaya, dan agama yang terdapat di Indonesia untuk mengantisiapsi politik SARA. Selain itu, bisa juga dilakukan dengan memupuk sikap toleransi, kerja sama, gotong royong, saling menghargai, dan menghormati antar sesama suku, agama, dan bangsa. Yang ditakutkan adalah terjadinya konflik horizontal yang disebabkan oleh munculnya isu tersebut. Jika politisasi SARA tidak segera dihentikan, demokrasi Indonesia bisa berujung pada diskriminasi.
Persoalannya, elite parpol, terutama di daerah, kurang menyadari daya rusak isu SARA saat pemilihan berlangsung. Sebagian elite partai kurang menyadari bahwa luka politik dan sosial yang ditimbulkan oleh pembelahan politik berbasis SARA bukan hanya sulit disembuhkan, melainkan juga berpotensi diwariskan.
Sumber: Times Indonesia