Home » Harga Sebuah ”centang Biru” Bagi Partai Politik
Featured Global News Indonesia News Politics

Harga Sebuah ”centang Biru” Bagi Partai Politik


Saat ini medsos, termasuk Twitter, menjadi salah satu arena adu narasi dan perebutan pengaruh bagi aktor-aktor politik. Lalu, apa strategi partai-partai politik mempertahankan reputasi sekaligus pengaruh di medsos?

  • Jumlah pengguna medsos yang mencapai 68,9 persen penduduk Indonesia menjadi salah satu alasan partai-partai politik memanfaatkan medsos untuk menjangkau sebanyak mungkin simpatisan.
  • Partai-partai politik menggunakan berbagai cara agar akun medsos yang dimiliki tervalidasi sebagai akun resmi dan juga menambah jumlah followers.
  • Tak hanya membangun reputasi, semakin banyak followers diyakini semakin banyak pula masyarakat yang terpapar narasi yang disebarkan partai politik.

Dalam waktu singkat, ratusan ribu pengikut atau follower akun Twitter Partai Demokrat, @PDemokrat, menurun drastis menjadi hitungan jari. Centang biru penanda bahwa akun tersebut merupakan akun resmi pun raib. Peristiwa yang terjadi pada Kamis (27/4/2023) siang itu tentu menarik perhatian publik. Apalagi, hilangnya pengikut akun Twitter partai berlambang bintang mercy itu terjadi di tengah suhu politik yang mulai memanas jelang Pemilu 2024.

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada hari yang sama dengan hilangnya para pengikut akun Twitter Demokrat sampai mencuitkan permohonan melalui akun Twitter @psi_id agar akun PSI tidak kehilangan pengikut maupun pihak yang diikuti. ”Agar kami tidak keder bin pusing… Kami belum mampu tuk beli tiket ke kantornya @elonmusk,” demikian nukilan cuitan akun Twitter PSI.

Demokrat tidak tinggal diam melihat akun Twitter yang dibuat sejak Februari 2011 tersebut kehilangan ratusan ribu pengikut. Tak cukup berkomunikasi secara daring, pengurus Partai Demokrat sampai mendatangi kantor Twitter Indonesia di Jakarta untuk mengadukan peristiwa itu.

Melalui keterangan persnya, Kepala Badan Komunikasi Strategis/Koordinator Juru Bicara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra meminta agar Twitter segera bertindak untuk mengatasi persoalan tersebut. Hal itu untuk menghindari adanya pihak tertentu untuk memainkan informasi yang tidak benar terhadap publik.

Para pengurus Demokrat juga berupaya menekan agar akun Twitter @PDemokrat pulih seperti sediakala. Herzaky juga menyampaikan keyakinannya bahwa Twitter akan bersikap profesional, adil, dan tidak memihak dalam Pemilihan Umum 2024 meski berada dalam koridor regulasi pemerintah. ”Mengingat ini adalah tahun politik, apa pun bisa menjadi bahan serangan,” ujarnya.

Sebelumnya, akun @PDemokrat memiliki sekitar 226.000 pengikut dan mendapat label akun ”resmi” berupa centang biru. Dengan adanya kebijakan baru Twitter berupa layanan premium Twitter Blue, setiap akun bercentang biru mesti berlangganan agar tetap memiliki tanda centang biru.

Partai Demokrat sudah mengurus pendaftaran sebagaiTwitter Bluepada 31 Maret 2023. Namun, sebelum pendaftaran berhasil, akun @PDemokrat keburu kehilangan ratusan ribu pengikut. Jumlah akun yang diikuti juga menurun drastis.

Berbagai upaya yang dilakukan para pengurus Demokrat akhirnya membuahkan hasil. Keesokan harinya, pada Jumat (28/4/2023), akun Twitter Partai Demokrat terlihat sudah kembali normal. Sebuah cuitan menandai pulihnya akun Twitter @PDemokrat. ”Beli mangga di Cipali, Alhamdullilah akun kembali. Jangan makan tiga ngakunya dua, makasih atas doa sahabat semua,” demikian bunyi cuitan tersebut.

Kini, centang biru akun resmi Partai Demokrat telah kembali. Hingga Sabtu (13/5/2023) siang, akun @PDemokrat memiliki 235.856 pengikut dan mengikuti 1.866 akun Twitter lain.

Pentingnya medsos

Di era kemajuan teknologi seperti sekarang ini, media sosial (medsos) memiliki peran penting. Kuatnya peran medsos dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari besarnya penggunanya. Dari publikasi Digital 2022 dari We Are Social dan Hootsuite, hingga Januari 2022, media sosial digunakan oleh 191,4 juta pengguna di Indonesia.

Demikian pula survei nasional Litbang Kompas pada 25 Januari-4 Februari 2023 menunjukkan medsos sebagai salah satu media yang paling banyak dikonsumsi masyarakat dengan tingkat konsumsi medsos di kisaran 38 persen. Selain itu, masih dari survei yang sama, lebih dari 58 persen responden menyatakan sering menggunakan medsos dalam kesehariannya.

Kuatnya peran medsos itu pun disadari oleh partai-partai politik. Hampir semua partai politik (parpol) memanfaatkan medsos untuk menjangkau sebanyak mungkin simpatisan. Karena itulah, jumlah pengikut akun medsos menjadi penting bagi parpol.

Saat ini Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menjadi partai dengan jumlah pengikut terbanyak di medsos, utamanya Twitter. Akun Twitter parpol pimpinan Prabowo Subianto itu, yakni @Gerindra, sudah bercentang biru dan memiliki lebih dari 679.000 pengikut.

Ketika ditanya tentang strategi atau tips bagaimana menggaet banyak pengikut di medsos, Ketua Badan Komunikasi Partai Gerindra Angga Raka Prabowo mengatakan, hal itu merupakan buah dari kehadiran mereka sebagai saluran aspirasi warganet. Medsos Partai Gerindra selalu terbuka dan berinteraksi langsung dengan warganet dengan beragam latar belakang.

”Jika ada keluhan dari warganet, kami tangkap dan kami salurkan aspirasinya kepada insan-insan Gerindra di daerah untuk membantu semampu kami. Bahkan, kami juga biasa untuk menyampaikan langsung aspirasi warganet kepada Pak Prabowo,” ujarnya.

Melalui medsos pula, kata Angga, Gerindra berusaha menyampaikan narasi yang sejuk dan gembira dengan cara yang asyik dan menyenangkan. Interaksi itu yang mungkin membuat warganet percaya kepada Pak Prabowo dan Partai Gerindra yang tecermin dalam jumlah pengikut yang terus bertambah. ”Twitter Partai Gerindra dirasakan warganet bahwa berpolitik itu bisa dengan asyik dan menyenangkan,” ujarnya.

Pentingnya jumlah pengikut di akun resmi partai juga diungkapkan Wakil Ketua Kampanye Digital DPP PSI Adiguna Daniel Jerash. Sebab, dengan semakin banyak jumlah pengikut, semakin banyak pula masukan yang bisa diterima oleh PSI. Di sisi lain, para pengikut tersebut sekaligus memberikan informasi mengenai lokasi mereka.

Followers sering kali memberikan komentar atau pandangan yang berbeda juga, semacam masukan dan kritik. Salah satunya, fitur Space di Twitter yang kami rutin lakukan dalam membahas isu yang sedang kami perjuangkan,” ujarnya.

Dengan melakukan aktivitas di medsos, menurut Jerash, PSI merasakan adanya pengaruh yang nyata. Semisal, ketika memperingati Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak untuk menjalankan fungsi advokasi sebagai partai, jumlah pendengar di fitur Space di Twitter mencapai 2 juta engagement. Kegiatan semacam itu sangat positif karena memberikan perspektif lain bagi PSI.

Aktivitas lain yang juga dilakukan adalah membuat kegiatan jajak pendapat (polling) sederhana dengan tema beragam. Hasil jajak pendapat tersebut menjadi masukan bagi PSI yang pada saat tulisan ini disusun memiliki sekitar 161.000 pengikut. ”Tapi, semua manfaat itu jelas akan percuma jika followers-nya hanya sedikit yang asli atau organik,” kata Jerash.

Oleh karena itu, tantangan bagi kader PSI adalah terus mencari cara agar keterlibatan dan percakapan di Twitter bisa terus meningkat. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan jumlah pengikut.

Meski demikian, Jerash mengaku, PSI tidak memiliki target khusus untuk bisa meraih pengikut dalam jumlah tertentu. Sebab, kata Jerash, target utama dari pembuatan akun Twitter PSI adalah interaksi dengan para pengikut di dunia nyata.

Arena pertarungan politik

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, berpandangan, respons yang ditunjukkan pengurus Partai Demokrat atas peristiwa hilangnya pengikut ataupun pihak yang diikuti akun Twitter-nya sudah sepatutnya terjadi. Sebab, saat ini Twitter seolah menjadi arena pertarungan yang paling strategis bagi aktor-aktor politik.

”Peran Twitter itu strategis dalam konteks digunakan untuk adu narasi di dunia politik. Sebab, orang bisa saling berdebat, saling mengejek, menjelekkan, termasuk menarasikan positif dan negatif pihak tertentu,” katanya.

Peristiwa hilangnya jumlah pengikut akun Twitter Partai Demokrat, lanjut Ujang, dapat dipersepsikan sebagai hilangnya dukungan publik terhadap partai tersebut. Sebab, suka tidak suka, jumlah pengikut dianggap sebagai simbol pengaruh sebuah akun, termasuk akun parpol. Dalam praktiknya, dengan jumlah pengikut yang besar, semakin besar pula pihak yang terpapar oleh opini ataupun narasi yang disebarkan.

Peran Twitter itu strategis dalam konteks digunakan untuk adu narasi di dunia politik. Sebab, orang bisa saling berdebat, saling mengejek, menjelekkan, termasuk menarasikan positif dan negatif pihak tertentu

Pengajar dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Preciosa Alnashava Janitra, menambahkan, di era medsos saat ini, jumlah pengikut akun medos seolah dijadikan kapital sosial yang bisa membantu individu, instansi, perusahaan, termasuk parpol, untuk membangun reputasi. Banyak orang menganggap bahwa ketika jumlah pengikut banyak, orang atau entitas tersebut dianggap terkenal.

Karena itu, jumlah pengikut di Twitter juga mengalami komodifikasi, termasuk jual-beli pengikut. Dengan menempatkan sebagai kapital sosial, jumlah pengikut seolah menjadi alat tukar baru di era digital. Selain itu, melalui medsos, kredibiltas dibangun dengan jumlah pengikut, jumlah ”like” (suka) dan ”share” (membagikan).

”Semua bisa dikonversi menjadi modal yang lain, semisal dari modal sosial menjadi modal ekonomi. Dalam konteks politik, itu digunakan untuk membangun citra partai, semisal semakin banyak pengikut, seolah semakin banyak pihak yang mendukung atau setuju terhadap partai tersebut,” ujar Alnashava.

Padahal, menurut Alnashava, motivasi seseorang untuk menjadi pengikut sebuah akun Twitter sangat beragam. Di sisi lain, jumlah pengikut juga bisa dimanipulasi karena faktanya ada praktik jual-beli pengikut. Dengan melihat berbagai kemungkinan tersebut, bukan hal yang mengherankan ketika jumlah pengikut akun Partai Demokrat turun, muncul banyak asumsi atau spekulasi, termasuk dugaan kecurangan atau serangan peretas.

Berdasarkan kemungkinan tersebut, menurut Alnashava, keinginan parpol untuk menjaring masukan ataupun kritik melalui Twitter dan platform medsos lainnya sangat mungkin dilakukan. Dengan semakin banyak pengikut, tentu semakin banyak pula orang yang terpapar.

Meski demikian, banyaknya jumlah pengikut tidak merepresentasikan tingkat dukungan publik terhadap akun Twitter sebuah parpol, apalagi menjadi ukuran gambaran loyalitas publik. ”Engagement bukan satu-satunya cara untuk mengukur orang loyal karena kembali lagi, di dunia digital itu tidak terlepas dari kemungkinan manipulasi,” katanya.

Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, juga berpandangan, besar-kecilnya jumlah pengikut akun parpol di Twitter tidak berbanding lurus dengan dukungan pada Pemilu 2024 mendatang. Menurut dia, gambaran mengenai dukungan terhadap sebuah parpol lebih valid didasarkan pada survei, bukan jumlah pengikut akun Twitter.

Validasi berupa centang biru dan jumlah followers di media sosial memang penting untuk membantu membangun reputasi partai saat ini. Melalui media sosial, partai politik dapat menyapa dan menyerap aspirasi simpatisan ataupun konstituen. Namun, untuk memenangi kontestasi politik, tentu tetap diperlukan upaya nyata, termasuk menyapa dan bertatap muka langsung dengan masyarakat.

Sumber: Kompas

Translate